21 June 2009

Berani Klaim, SBY Tak Berani Ambil Risiko

Selama memimpin, Susilo Bambang Yudhoyono tidak berani mengambil risiko dalam keputusan-keputusan yang tak populis. Namun, ia berani melakukan klaim, kalau ada keputusan populis yang mengangkat nama pemerintahan.

Kritik ini dikemukakan Adhie Massardi, aktivis Komite Indonesia Bangkit, Minggu (21/6/2009). Sistem pemerintahan Indonesia memang presidensial.
"Namun dibilang presidensial, Presiden SBY tak mau ambil risiko. Kalau ada kebijakan yag berisiko, dia serahkan kepada Jusuf Kalla sebagai wakilnya atau kepada menterinya. Kalau bagus, dia ambil dan dia klaim. Kalau tak bagus, dia akan take over dan melakukan review (tinjauan ulang), seolah-olah ada evaluasi," katanya.

Model kepemimpinan Presiden SBY ini membuat jajaran pemerintahan di bawahnya tak kompak. "Lihat saja, sekarang menteri pertanian bisa bikin iklan sendiri, menteri koperasi juga begitu," kata Massardi.

Dalam konteks peran ini, maka menjadi sah ketika Muhammad Jusuf Kalla menjelaskan perannya sebagai wakil presiden saat kampanye pemilihan presiden. Apalagi, selama ini memang JK yang beberapa kali mengambil risiko dan menangani sebuah kebijakan.

Massardi mengatakan, sejak Indonesia baru merdeka, hubungan antara presiden dengan wakil presiden memang tak begitu jelas. "Dulu Bung Karno mengerjakan apa, Bung Hatta mengerjakan apa. Makin menajam pada masa pemerintahan SBY-JK ini," katanya.

Juru bicara Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto, Indra Jaya Piliang, mengatakan, orang belum memahami bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial dengan warna parlementer.

"Selama pemerintahan SBY-JK, Partai Golkar yang dipimpin Pak Jusuf Kalla dengan kursi terbanyak di DPR RI ikut berperan meloloskan kebijakan pemerintah," kata Piliang. [wir]

No comments: