12 June 2009

Arbi Sanit: Klaim Capres = Rampok Hak

Pengamat politik Arbi Sanit mengecam klaim dan wacana yang dilemparkan para calon presiden ke publik. Ia juga menolak jika antar calon presiden saling melemparkan kritik.

"Calon presiden itu tidak boleh mengatakan saya lebih baik, dia gagal. Itu sama saja merampok hak demokrasi rakyat untuk menentukan. Itu komunikasi yang otoriter, bukan komunikasi demokratis," kata Sanit, Jumat (12/6/2009).

Salah satu yang dikecam Sanit adalah klaim 'lebih cepat lebih baik' milik Muhammad Jusuf Kalla dan Wiranto. "Kalau dia memang lebih baik, kenapa dia tidak jadi presiden saja dulu waktu tahun 2004? Kenapa yang jadi presiden adalah SBY?" tukasnya, Jumat (12/6/2009).

Sanit juga menolak jika pembangunan jembatan Suramadu diklaim sebagai keberhasilan Susilo Bambang Yudhoyono saja. "Tidak ada yang berhak mengklaim, karena semua berkontribusi. Klaim itu hanya sah jika sistem pemerintahan tidak terdiri atas bermacam partai. Kalau kabinet terdiri dari berbagai macam partai, maka tidak berhak ada klaim," katanya.

Lebih lanjut, Sanit menilai, wacana dan klaim neoliberal maupun ekonomi kerakyatan seharusnya tidak dikembangkan. "Wacana neoliberal itu tidak sehat, karena tuduh-menuduh dan membuat kesimpulan. Biarkan rakyat yang membuat kesimpulan. Rakyat yang berhak menuduh," katanya.

Berarti mengkritik antar calon juga tidak boleh dong? "Ya, nggak bolehlah. Yang berhak mengkritik adalah rakyat. Kalau di DPR, bolehlah mengkritik. Tapi ini kan kampanye," kata Sanit.

Sanit mengingatkan, "Jangan rampok kedaulatan rakyat! Walau bodoh sekalipun, biarkan saja rakyat membuat kesimpulan sendiri. Kepintaran rakyat terlihat pada kesimpulannya."

"Para calon hanya berhak menyampaikan apa yang akan dilakukan, jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden," Sanit menambahkan. [wir]

No comments: