10 February 2009

Ironis, Wartawan Sulit Perjuangkan Nasib Sendiri

Tingkat kesejahteraan wartawan berbanding lurus dengan profesionalisme. Wartawan akan sulit untuk profesional, jika kebutuhan hidupnya tak terpenuhi secara layak dengan pendapatannya.

Pendapat ini disampaikan secara terpisah oleh dua anggota DPRD Jember, Sujatmiko dari Fraksi Partai Golkar dan Hawari Hamim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Mereka meminta perusahaan media memperhatikan tingkat kesejahteraan wartawan.

"Nasib wartawan jangan seperti nasib guru dulu. Ada istilah gumelar, paginya guru, sorenya makelar. Saya tak ingin wartawan berperan (berprofesi) ganda, sehingga bisa optimal menjalankan tugasnya," kata Hawari yang juga anggota Komisi B DPRD Jember ini.

Hawari meminta pemerintah untuk ikut mengambil langkah dalam menjamin kesejahteraan wartawan. Permintaan ini juga meluncur dari Sujatmiko yang juga wakil ketua Komisi D DPRD Jember.

"Saya mendorong Disnakertrans untuk mengawasi dan mengevaluasi semua perusahaan, termasuk perusahaan media, apakah sudah memenuhi hak-hak pegawai," katanya.

Sujatmiko menilai, wartawan adalah pekerja yang perusahaan yang pemenuhan hak mereka mengikuti undang-undang ketenagakerjaan. Wartawan tidak boleh dibedakan dengan pekerja lainnya dalam pemenuhan hak.

"Ironis kalau seorang wartawan yang memperjuangkan hak-hak orang lain dalam tulisannya, tapi hak-haknya sendiri tidak bisa dipenuhi oleh media tempat dia bekerja," kata Sujatmiko. [wir/kun]

No comments: