17 February 2009

Catatan dari Training Peliputan Investigatif (2)
Pers Jangan Mudah Kutip Sumber Anonim

Prosedur reportase investigatif membuka ruang perdebatan kode etik. Perdebatan ini disinggung dalam training reportase investigatif yang digelar Aliansi Jurnalis Independen dan Yayasan Tifa, di Hotel Santika, 13 - 15 Februari lalu.

Wartawan beritajatim.com merupakan salah satu dari 15 wartawan dari seluruh Indonesia yang diundang dalam acara tersebut. Benang merah pembicaraan adalah munculnya kekhawatiran, saat wartawan menjalankan reportase investigatif.

Ada sejumlah pertanyaan mengemuka, salah satunya: kapankah wartawan memakai sumber anonim?

Ketua Umum AJI Indonesia Nezar Patria mengingatkan, agar tak mudah terjebak pada sumber anonim. Seorang sumber bisa dianonimkan alias tak disebutkan namanya, jika memang informasinya penting, tidak berbohong, dan keselamatan sumber itu terancam jika informasi itu bocor.

"Kalau mengacu Ben Bradlee, editor The Washington Post, satu sumber anonim harus bisa diverifikasi dengan dua sumber lain yang memiliki kualifikasi yang sama," kata Patria.

Wartawan juga harus konsekuen jika menggunakan sumber anonim. Wartawan bisa menolak menyebutkan nama sumbernya kendati diminta pengadilan, selama sang sumber memang jujur. Namun jika sang sumber berbohong, wartawan harus siap membuka nama sumber itu di hadapan pengadilan.

Saat ini media-media besar sudah mulai mencoba sebisa mungkin meminimalisasi sumber anonim. Namun dalam liputan investigatif hal itu tak bisa dihindari. Namun, sebaiknya sumber anonim baru digunakan ketika semua sumber berita yang bisa diverifikasi secara terbuka benar-benar sudah bungkam. Sumber anonim tidak boleh dijadikan tameng bagi kemalasan wartawan melakukan verifikasi.

Nezar Patria setuju, jika saat ini media online rawan menggunakan sumber anonim. Dengan alasan bersaing lebih cepat menayangkan berita di dunia maya, sumber anonim mudah saja dikutip tanpa proses verifikasi lebih dulu. "Kadang bantahannya baru diturunkan 15 menit kemudian," katanya.

Namun, sumber anonim bukan satu-satunya persoalan di media online. Yang paling parah adalah run backtime alias memutar jam agar tayang lebih awal, sehingga terkesan tak kalah dari media online kompetitor. Mengelabui pembaca tentu saja merupakan pelanggaran kode etik. [wir]

No comments: