13 January 2009

Kandang Banteng dengan Banyak Warna

Sebelum berubah menjadi PDI Perjuangan, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak awal pendiriannya yang dipaksakan, dinisbatkan sebagai rumah kaum nasionalis. Dalam konteks politik Indonesia, kaum nasionalis cenderung dilawankan dengan kelompok Islam. Lagi-lagi, pengaruh politik aliran bicara dalam persoalan ini.

Bicara soal kelompok nasionalis, maka orang akan menoleh pada Partai Nasional Indonesia, sebuah partai nasionalis yang didirikan Sukarno pada 4 Juli 1927. Partai ini berasaskan sosio nasionalis demokrasi. Sukarno yang mengagumi Karl Marx, bapak sosialisme, mencetuskan ideologi Marhaenisme.

Di dunia aktivis, Marhaen disebut-sebut akronim dari nama tiga pemikir besar ideologi kiri: Marx - Hegel - Engels. Sukarno memang tergila-gila pada akronim. Pada masa pemerintahannya, kita mengenal akronim yang berbau revolusioner seperti Manipol Usdek, Jas Merah, atau Kontrev.

Namun, versi resmi mengatakan, Marhaen adalah nama seorang petani di Jawa Barat. Sukarno menggunakan namanya untuk menjelaskan sosialisme dalam bentuk yang lain. Marx menjelaskan sosialisme dalam kultur masyarakat industri yang meminggirkan peran petani. Sementara, Sukarno menempatkan petani sebagai salah satu bagian dari kelas yang harus diperhitungkan dalam masyarakat sosialis.

Sosok Sukarno membuat PNI besar. Basis PNI adalah kelompok masyarakat abangan di Jawa. Dalam terminologi Clifford Geertz, antropolog yang melakukan penelitian di Pare Kediri, abangan adalah sebutan untuk kelompok masyarakat Jawa, Islam, namun tidak mengamalkan nilai-nilai Islam secara rigid.

PNI menjadi partai negara saat Sukarno menjadi presiden. Semua lini pemerintahan dikuasai, mulai dari pusat hingga desa. Partai ini menjadi pemenang pemilu 1955 dengan selisih sangat tipis di atas Majelis Syuro Muslimin. Masyumi adalah sebuah partai Islam yang populer, terutama di luar Jawa.

Munculnya Orde Baru setelah peristiwa berdarah tahun 1965 menghancurkan kelompok nasionalis. Tahun 1971, dalam sebuah pemilu yang dipaksakan, PNI ditekuk Golongan Karya, mesin partai pemerintah baru. Kekalahan PNI ini melengkapi keterpurukan kaum nasionalis, setelah Sukarno meninggal dalam 'penjara rumah' setahun sebelumnya.

Sebagaimana halnya partai Islam, PNI dipaksa melakukan fusi dengan partai-partai yang diidentifikasi oleh pemerintah sebagai non Islam, yakni Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Murba. Saat itu, Suharto menyebut kelompok Islam sebagai kelompok spirituil materil, dan kelompok non Islam sebagai materil spirituil.

Penyatuan PNI dengan empat partai lainnya bukan hal gampang. Secara ideologis, PNI berbeda dengan empat partai itu. Kelompok Kristen dan Katolik tidak serta-merta berideologi nasionalis, kendati pada masa pemerintahan Sukarno mereka bersatu dengan PNI untuk menghadapi Masyumi yang menginginkan negara Islam.

Murba sendiri adalah partai beraliran sosialis bentukan Tan Malaka, seorang Bapak Bangsa yang tewas secara tragis tanpa diketahui makamnya. Partai ini adalah gabungan tiga partai yakni Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata, dan Partai Indonesia Buruh Merdeka dan didirikan 7 November 1948.

Sementara IPKI didirikan Abdul Haris Nasution, Gatot Subroto, dan Azis Saleh pada 20 Mei 1954. IPKI disebut sebagai partai tentara. Dengan latar belakang itu, sejak awal, IPKI sudah enggan untuk berfusi. Tokoh IPKI, Achmad Sukarmadidjaja, lebih memilih bergabung dengan Golkar atau bediri sendiri. Presiden Suharto setuju asal IPKI membubarkan diri lebih dulu.

Tiga usulan nama partai fusi sempat mengemuka, yakni Partai Demokrasi Pancasila, Partai Demokrasi Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia. Akhirnya, 10 Januari 1973, perwakilan lima partai mendeklarasikan Partai Demokrasi Indonesia sebagai partai fusi.

Deklarasi ini ditandatangani MH Isnaeni dan Abdul Madjid (PNI), Beng Mang Rey Say dan FX Wignyosumarsono (Katolik), A. Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo), S. Murbantoko dan RJ Pakan (Musyawarah Rakyat Banyak/Murba), dan Achmad Sukarmidjaja dan MH Sadri (IPKI).

Partai ini memilih lambang kepala banteng dengan latar berlakang merah darah. Sebuah simbol yang mirip dengan PNI. Namun jika merujuk pada prosers kelahirannya, PDI sesungguhnya punya banyak warna.[wir]

No comments: