02 August 2008

Sulis, Arsitek Sirkuit dari Cibubur
"Ah, Saya Hanya Lulusan SMP..."

Sulis tersenyum lebar, saat ditanya soal tingkat pendidikannya. "Ah, saya hanya lulusan SMP," katanya.

Saya menggaruk kepala, setengah tidak percaya. Apalagi, penanggungjawab kepanitiaan Supercross Jember Achmad Sudiyono dengan mantap bilang, "Kalau bukan Pak Sulis yang mendesain sirkuit, pembalap luar nggak mau datang."

"Ngopi, Mas," Sulis menyeruput secangkir kopi yang berada di samping saya.

Apa mau dikata. Agaknya, saya memang harus percaya, lulusan SMP inilah yang 'menyulap' lapangan sepakbola stadion Notohadinegoro menjadi sirkuit motocross. Ia punya waktu sepekan untuk menyelesaikan pembangunan sirkuit dadakan itu, sebelum FIM UAM Asian Supercross Championship Indonesia Third Series, 9 - 10 Agustus mendatang.

Sulis mengawali karirnya sebagai desainer sirkuit motocross dan extreme free style pada tahun 1986. Mulanya, ia hanya mendesain sirkuit untuk sepeda balap BMX.

"Lalu saya diajari Pak John Laksana mendesain sirkuit motocross," kata Sulis. Laksana adalah pemilik salah satu klub motor. Sirkuit pertama yang digarap Sulis adalah Arcamanik, Bandung.

Sembari bercerita soal masa lalunya, mata Sulis tak lepas dari satu unit bego yang bekerja mengeruk tanah liat di depannya. "Saya melihat sudutnya (sudut kelokan sirkuit), Mas. Untuk safety," katanya.

"Sebentar, Mas, ya. Sebentar saja," kata Sulis tiba-tiba kepada saya. Ia lalu berlari ke tengah lapangan. Penampilannya: handuk terkalung di leher, bersepatu kets kusam, berbaju biru kusam, dan bercelana setengah lutut warna coklat. Ia lebih mirip kuli bangunan biasa daripada desainer sirkuit. Tidak mirip 'tukang insinyur' sama sekali.

Ketua Pelaksana Supercross Dwi Sugiarto seperti membaca keragu-raguan saya. "Sejak tahun 1988, Pak Sulis ikut tim saya, Purisakti, Suzuki, Yamaha, lalu Pertamina," katanya.

Menurut Sugiarto, mendesain sirkuit motocross butuh jam terbang tinggi di dunia motocross. Desain sebuah sirkuit tak ubahnya karya seni. "Untuk menentukan jarak dan sebagainya di sirkuit, kita harus tahu kapasitas mesin seperti apa dan skill pembalapnya," katanya.

"Ah, saya pakai feeling saja," kata Sulis merendah. Ia membenarkan sebelum mendesain sirkuit, menjadi kru di klub motor.

Keahliannya mendesain sirkuit motocross ini memperoleh pengakuan dari Ikatan Motor Indonesia (IMI) tahun 1991.

Sirkuit mana yang paling berkesan? Sulis menyebut semua proses desain sirkuit menyenangkan. Paling menyenangkan adalah mendesain sirkuit seperti bukit. Namun, ia lebih suka mendesain sirkuit dalam stadion. Ia pernah mendesain sirkuit di stadion 10 November Surabaya, Merdeka di Kuala Lumpur Malaysia, dan Singapura.

Mendesain sirkuit di stadion luar negeri, Sulis hanya menjaminkan namanya saja. Ia tak pernah mendapat sertifikat desain sirkuit dari otoritas resmi kendaraan bermotor.

Padahal tak mudah mendesain sirkuit di stadion. Semestinya, untuk kepentingan motocross, ada sirkuit dalam stadion tersendiri. "Kalau di Indonesia kan masih kalah sama sepakbola. Stadion di Indonesia sendiri banyak yang kurang bagus," kata Sulis.

Saya penasaran, bagaimana mendesain sirkuit di atas lapangan bola, tanpa merusak lapangannya. Sulis menunjuk terpal warna coklat yang dihamparkan di atas lapangan sepakbola stadion Notohadinegoro. Terpal itu lumayan tebal.

Sulis mengaku tak pernah menggambar desain sirkuitnya terlebih dulu. Ia hanya cukup melihat lahan untuk sirkuit itu selama lima menit. Gambaran sirkuit sudah tertanam di kepalanya.

"Tapi kalau sekarang saya harus menggambar jelek-jelekan saja, karena harus dilaporkan ke Komisi Motocross Indonesia IMI," kata Sulis.

Sulis tak mau menyebut berapa bayaran yang diterimanya untuk mendesain sirkuit. "Ya, cukuplah buat nyekolahin anak," katanya.

Sulis menyebut tahun 1963 sebagai tahun kelahirannya. Kini ia punya dua anak. Tertua duduk di bangku sekolah dasar. Ia sudah punya rumah sendiri di Cibubur, Jakarta.

"Duitnya cukup buat naik haji dong?" kata saya.

"Ya, mudah-mudahan," kata Sulis. Lagi-lagi tersenyum. (*)

No comments: