08 July 2008

Es Tebu dan Hongkong

Ada satu hal yang saya selalu sukai saat kembali ke Surabaya: es tebu dan hongkong. Saya kini menetap di Jember, sebuah kota yang terletak sekitar empat jam perjalanan kereta api dari Surabaya. Dan, saya selalu merindukan mereka.

Es tebu dan hongkong dijual di pinggir jalan raya. Saat saya masih duduk di bangku SMA, satu gelas es tebu dihargai Rp 500. Kini, ada penjual yang mematok tarif Rp 1.000 atau Rp 1.500 per gelas.

Es tebu sangat menyegarkan. Saat bersepeda motor menuju kantor saya di jalan Ciliwung di siang yang terik, mata saya terpancang pada seorang penjual es tebu. Saya menepi, dan mencoba bernostalgia dengan manis dan dinginnya minuman itu.

Tidak enak jika hanya meneguk es tebu. Saya suka jika menyelinginya dengan makan hongkong, sembari menggigit cabe yang pedas. Jika bibir belum mendesis karena lidah serasa terbakar, rasanya belum pas.

Hongkong yang saya maksud di sini adalah jajanan yang dalam bahasa Jawa disebut ote-ote. Hongkong adalah kosakata bahasa Madura. Orang Jember menyebut jajanan itu demikian. Ini sebenarnya jajanan berupa tepung basah yang diisi dengan sayuran dan kadang daging atau udang, lalu digoreng. Rasanya...mak nyus (meniru Bondan Winarno).

Saya heran, kenapa di Jember es tebu tidak mudah saya temui. Padahal Jember adalah salah satu produsen tebu. Maka, saya bersyukur bisa menikmati es tebu kembali setelah bertahun-tahunn tak mengecapnya. (*)

1 comment:

Anonymous said...

Ja, nek koen nulis tentang kuliner, ojok lali nulis tentang Cak Gondrong. Sik dodol nang ngarep UKPKM opo wis pindah yo Cak Gondrong iku. Sing jelas nek pas riyoyo aku muleh Jember, warunge gak onok, mudik be'e yo......