05 May 2008

Aku dan Marx pada 5 Mei…

Terima kasih, Tuhan. Aku 31 tahun. Tiga puluh satu tahun menikmati hidup. Tapi apakah hidup itu? Apakah semua cita-citaku sudah tunai?

Aku lahir di Situbondo, Indonesia, 5 Mei 1977. Karl Marx, lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818. Kami lahir di tanggal yang sama, tahun yang berbeda. Tempat yang berbeda. Kultur yang lain lubuk lain ilalang.

Saat Marx sudah mencapai usia 23 tahun, ia sudah berkenalan dengan filsafat Hegel, dan membuat disertasi doktoral berjudul The Difference between the Philosophies of Nature in Democritus and Epicurus.

Pada usia 23 tahun, tepatnya tahun 2000, aku belum pernah ke Jerman, tapi terpikat dengan permainan Jerman dalam Piala Eropa. Namun Prancis yang menjadi juara.

Aku masih ingat, nonton sepakbola Piala Eropa bersama sejumlah kawan, dan menyebut Tim Jerman sebagai kesebelasan yang diperkuat Marx, Immanuel Kant, Jurgen Habermas. Sementara Prancis kami sebut sebagai kesebelasan yang dipenuhi filsuf Roland Barthes, Michel Foucault, Derrida. Kami memadukan kecintaan kami pada filsafat dengan sepakbola.

Aku menulis untuk majalah dan tabloid kampus, menjadi ketua Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa Universitas Jember. Aku jatuh kepayang dengan esai, dan menjadi murid Goenawan Mohamad yang setia dengan membaca esai-esainya di Catatan Pinggir.

Usia 24 – 25 tahun, Marx bekerja menjadi wartawan, dan menjabat editor surat kabar Cologne, Rheinische Zeitung. Ia menulis banyak soal kebebasan pers dan perlindungan rakyat kecil. Ia lalu terjun ke filsafat setelah medianya ditekan pemerintah, dan menulis The Critique of Hegel’s Philosophy of Right.

Aku mulai bekerja sebagai jurnalis pada 12 Februari 2002. Usiaku menjelang 25 tahun, dan aku bekerja di harian terbesar di Jember, Radar Jember. Aku meliput masalah sosial politik. Memberitakan intrik. Aku belum menulis buku seperti Marx. Tapi dengan gajiku Rp 200 ribu per bulan selama enam bulan, aku mengupayakan membeli buku-buku sebagai santapan rohani. Buku tentang Marx, salah satunya.

Tahun 1848, dalam usia 30 tahun, Marx bersama Engels menulis salah satu karya legendaris Manifesto Komunis. Ini manifesto berisi tinjauan historis gerakan komunis dan sejarah pergerakan peradaban. Doktrin teori alienasi dan materialisme historis terbangun hari-hari itu.

Aku juga menekuni manifesto sendiri pada usia 30 tahun. Manifesto Padi. Ini sebuah blog yang berisi karya-karya jurnalistikku, pemikiranku, pengalamanku, serta kekecewaan, kesedihan, dan kemarahanku. Aku menyebut Manifesto karena ini manifes, pernyataan diriku. ‘Padi’ adalah terjemahan dari namaku yang berbau latin, Oryza.

Mulanya, aku berencana Manifesto Padi adalah tulisan panjang semua pemahamanku tentang hidup. Aku sempat menuliskan salah satu bagiannya sebagai halaman pengantar di skripsiku, saat mengakhiri masa kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian Jember.

Mei 1849, saat berusia 31 tahun, Marx diasingkan dari Jerman dan pindah ke Inggris. Dia dipaksa meninggalkan dunia politik aktif selama 15 tahun. Semua gara-gara artikel-artikel Marx saat menjadi editor di Neue Rheinische Zeitung, yang menyemangati para borjuis Jerman untuk melakukan revolusi demokratis. Korannya juga tutup buku pada Mei itu setelah terbit 300 edisi.

Mei 2008, usiaku 31 tahun. Hidupku tak seheroik Marx. Aku tidak pernah diasingkan, meski aku harus berganti-ganti tempat kerja setelah ditendang dari Radar Jember (tahun 2004), merasakan sebuah koran bangkrut di Suara Indonesia (tahun 2006), dan dipecat dari Jatim Mandiri dengan alasan yang tidak jelas (tahun 2008).

Namun aku masih bisa bekerja sebagai jurnalis di beritajatim.com. Menulis untuk Pantau, sebuah kantor layanan berita feature bermutu, menjadi kontributor beberapa media.

Aku pernah menyusun daftar sepuluh cita-citaku dalam hidup. Ada yang tak terkabul. Ada yang tercapai dengan bentuk lain yang lebih baik. Istriku pernah membaca daftar yang aku tulis di sesobek kertas kecil itu dan kusimpan di dompet. Ia tertawa geli.

Aku tak ingat persis apa saja sepuluh keinginan itu. Namun aku sudah cukup bersyukur dengan apa yang kumiliki: sebuah keluarga. Seorang istri yang baik dan anak yang lucu dan pintar. Aku bersyukur masih bisa mengerjakan apa yang menjadi kesukaanku sejak dulu: menulis. Aku menggantungkan hidup dari pena. Sebuah pengibaratan: aku tak ubahnya seorang yang hidup dengan hobi yang dibayar.

Kadang aku merasa, kian tua banyak kesalahan yang aku lakukan. Di mata Tuhanku. Di mata orang lain. Tak mudah menghapus dosa memang, dalam arti sebenarnya.

Jika hidup tak ubahnya sebuah papan tulis yang mencatat dosa, maka aku agaknya harus bekerja keras: menghapus apa yang aku tulis, aku coretkan.

Tapi jika hidup adalah sebuah papan tulis yang mencatat karya dan ouvre, maka agaknya aku harus bekerja keras untuk memenuhinya dengan tulisan dan coretan yang bermutu, bukan coretan sampah.

Maka izinkanlah aku memanjatkan pengharapan di usiaku yang 31:

“Tuhan, aku bukan Karl Marx yang hidup dan telah meninggalkan catatan raksasa bagi peradaban manusia, entah itu catatan hitam atau putih. Aku tak ingin menjadi Karl Marx. Aku mungkin hanya akan menjadi catatan kaki dari karya-karya besarnya. Kami lahir di tanggal yang sama, 5 Mei. Tapi izinkanlah aku membuat catatanku sendiri, menghapus papan tulis dosaku, dan memenuhi papan tulis kebajikan yang bakal dirujuk oleh orang-orang terdekat dan tercintaku kelak. Dan dengan catatan itu, aku akan selalu diingat sebagai orang yang mereka kasihi.”

Hanya itu pintaku. (*)

2 comments:

A.B. WIRAWAN said...

Bayi yang suka membuka-buka majalah dengan kakinya.Karena kepalanya nggak bisa diangkat karena ada hematom di lehernya, kini usianya telah 31 tahun .Selamat nak.
Aku ingat 31 tahun yang lalu, saat kau masih dalam perut ibumu, kau sudah belajar berdiri, saat aku bacakan buku cerita, kakimu menendang perut ibumu sehingga ibumu kesakitan.
Aku ingat saat usiamu masih dua tahun kau paling senang kalu aku ajak belanja buku di TB Gramedia Basuki Rakhmat. Aku paling enak mengajak kau jalan-jalan karena kau tak pernah menuntut dibelikan mainan yang macem-macem,karena kau sudah puas diajak ke toko buku.
Aku ingat saat-saat kau betah di TB membaca buku dengan adikmu QQ, dari jam toko buka sd. 15.00.
Aku ingat saat kau membuat "wayang" dari sobekan kertas yang kau andaikan tokoh-tokoh kesanganmu.
Alhamdulillah, ternyata kau menikmati hoby masa kecilmu, sampai usia 31 tahun ini.
SELAMAT ULTAH semoga Alloh swt. selalu memberi rakhmat dan kemudahan apa yang menjadi cita-citamu

A.B. WIRAWAN said...
This comment has been removed by the author.