04 December 2007

Jurnalisma Naratif di Persidangan

Bagaimana jurnalisme naratif bisa diterapkan di media online? Aku selalu berpikir itu. Aku sempat terpesona membaca It's An Honor karya Jimmy Breslin yang pernah dimuat di New York Herald Tribune yang diperkenalkan PANTAU. Kalau naratif bisa untuk harian, bisakah dipergunakan untuk media online?

Aku harap Janet Steele dan Andreas Harsono bisa memberiku pencerahan, saat aku hadir dalam kursus Jurnalisme Sastrawi 10 - 21 Desember nanti. Sementara waktu, ya. bacalah dulu tulisan saya ini ya. Tulisan ini dimuat di www.beritajatim.com, Selasa (4/12/2007).


Korupsi Bulog Jember
Dengarkan Tuntutan, Mucharror Sempat Tersenyum


Jember – Mantan Kepala Bulog Sub Divisi Regional XI Jember Mucharror tampil kalem, saat mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum, dalam perkara korupsi Bulog Jember, di Pengadilan Negeri Jember, Selasa (4/12/2007).

Mucharror yang bertubuh jangkung duduk di atas kursi putar hitam dengan bersandar santai. Bercelana hitam, berbaju lengan panjang warna biru laut, ia membawa sebuah buku dan pena. Beberapa kali ia menuliskan sesuatu saat jaksa membacakan berkas tuntutan setebal 245 halaman.

Wajahnya yang letih lebih banyak menunduk. Matanya seringkali dipejamkan seperti meresapi sesuatu. Kakinya digerak-gerakkan seperti layaknya seseorang yang gelisah.

Kegelisahan Mucharror kontras dengan pemandangan di meja penasehat hukum di sisi selatan dalam ruang sidang utama. Beberapa kali pengacara Moch. Kholili SH berbicara dengan nada rendah ke rekannya. Beberapa kali pula mereka tersenyum.

Kholili lantas mengeluarkan ponsel berkamera, dan mengarahkan ponselnya ke Mucharror dan majelis hakim. Pengacara kawak yang akan segera berangkat haji beberapa hari lagi itu melakukan gerakan seperti orang yang layaknya tengah memotret dengan ponsel.

Salah satu hakim anggota Yanto SH tersenyum melihat ulah Kholili memotret majelis hakim. Kholili tersenyum pula. Tak ada teguran. Mucharror masih menunduk. Beberapa kali matanya terpejam.

Mucharror menuliskan sesuatu di buku kecilnya. Ia menoleh tersenyum samar, dan menoleh ke arah Kholili, saat jaksa menerangkan bahwa uang yang diperoleh dari pengadaan gabah fiktif digunakan untuk membeli tanah dan sejumlah barang.

Lalu, jaksa membacakan tuntutan itu: pidana 8 tahun penjara. Roman muka Mucharror tak berubah. Sidang ditunda hingga Kamis, 13 Desember 2007, untuk membacakan pledoi. Ia tak mau membuat pledoi sendiri. “Saya serahkan pengacara,” katanya kepada majelis hakim.

Mucharror tetap tenang, saat diserbu wartawan usai sidang. Ia tak mau berkomentar soal tuntutan jaksa. “Biar pengacara saya saja,” katanya menunjuk Kholili yang duduk di sampingnya.

Ruang sidang utama sudah kosong, saat Mucharror berjalan pelan menuju mobil Kejaksaan Negeri Jember. Ia sempat bercakap-cakap dengan wartawan. Ia tak mempersoalkan keberangkatan salah satu pengacaranya ke tanah suci saat nasibnya tengah dipertaruhkan.

Tusiran, sopir kejaksaan, menyalakan mesin kendaraan. Mucharror melambaikan tangan ke arah beritajatim.com. Tersenyum, bersama mobil yang membawanya kembali ke lembaga pemasyarakatan Jember. Rumahnya dalam waktu beberapa tahun ke depan, jika hakim menjatuhkan vonis bersalah kepadanya. (*)

No comments: