24 October 2007

Sidang Korupsi Kas Daerah Jember
Tumben, Hakim Sempat-Sempatnya Hardik Wartawan yang Sedang Memotret

Ada yang tak biasa dalam sidang perkara korupsi kas daerah dengan terdakwa eks Kepala Bagian Keuangan Jember Mulyadi di Pengadilan Negeri Jember, Rabu (24/10/2007). Mendadak, salah satu hakim anggota mengetuk palu keras-keras dan menghardik wartawan yang tengah memotret jalannya persidangan.

Hardikan hakim ini ditujukan kepada Sri Wahyuni, seorang wartawan Harian Surya. Saat itu, Wahyuni tengah mengambil gambar persidangan dengan kamera poket dari tempat duduk pengunjung. Tiba-tiba, hakim anggota Wedayati SH langsung mengetukkan palu keras-keras.

“Kepada pers ya, kalau mau ambil foto minta izin dulu ke majelis. Jangan ceprat-cepret, ceprat-cepret,” sergah Wedhayati. Wahyuni pun terkejut, dan hanya diam.

Dalam persidangan perkara tersebut sebelumnya maupun perkara korupsi lainnya di Pengadilan Negeri Jember, biasanya majelis hakim tidak pernah menghardik wartawan yang tengah memotret. Apalagi sampai mengetuk palu keras-keras seperti tengah menghadapi gangguan persidangan yang berat. Toh, wartawan biasa memotret dari luar arena sidang alias dari tempat duduk pengunjung.

Saat dikonfirmasi usai sidang, Wedhayati menjelaskan, bahwa ada surat edaran Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa liputan persidangan harus seizin majelis hakim. Namun, ia lupa nomor surat MA tersebut.

Yang jelas, Wedhayati melihat dalam persidangan wartawan seenaknya saja mengambil gambar tanpa izin majelis. Apakah pemotretan yang dilakukan dengan tenang bisa mengganggu sidang? “Kalau jepretannya banyak ya mengganggu,” katanya.

Lho, kenapa hal itu tidak diungkapkan sejak sidang-sidang awal, mengingat sidang-sidang sebelumnya pemotretan tidak dilarang? “Sidang terdahulu saya biarkan karena saya pendam,” kata Wedhayati.

Wedhayati mengatakan, setiap majelis hakim berbeda-beda dalam menyikapi persoalan pemotretan itu. “Tergantung majelisnya. Kebetulan saya tidak suka foto saya dipampang. Tapi kalau majelis menghendaki, ya boleh saja. Etikanya seperti itu (harus minta izin dulu), berkenan atau tidak dijepret,” tandasnya.

Kecaman pedas untuk wartawan pun berlanjut. “Kadang rekan-rekan tidak fair. Datang nongol sebentar (di sidang) lalu keluar. Hasilnya apa lalu cari-cari info lagi. Tidak full di persidangan itu,” kata Wedhayati.

Sementara itu, ketua majelis hakim Nawadji SH mengatakan, tidak melarang wartawan untuk mengambil gambar asal minta izin dulu. “Waktu sidang jangan jepret-jepret, jalan ke sana kemari,” katanya.

Menurut Nawadji, jepretan kamera Sri Wahyuni bisa mengganggu. “Ada orang yang fobia pada sinar (blitz). Pada prinsipnya hakim tidak mau dieskpos, tidak mau cari popularitas,” katanya. (*)

No comments: