19 August 2007

Bondan 'Mak Nyus' Winarno:
Wartawan Investigatif Memikul Beban Lebih Berat

Jember – Perkembangan jurnalisme investigatif di Indonesia masih belum sebagaimana yang diharapkan. Hanya sedikit media massa yang menempatkan reportase investigasi sebagai pilihan utama.

Reporter investigatif Indonesia, Bondan Winarno memandang, baru majalah Tempo yang memiliki kemampuan melakukan investigasi dan menggarapnya secara apik.

"Yang lain masih belum menunjukkan gigi mereka. Kalau kita mandek ketika yang lain maju, secara realitas sebetulnya kita mundur," katanya kepada beritajatim.com via surat elektronik.

Menurut Bondan, melakoni reportase investigatif memang tak mudah. Ia sudah membuktikannya, saat menulis buku tentang skandal tambang emas Busang 10 tahun silam. Buku itu diberi judul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi dan terbit tahun 1997.

Skandal itu berawal saat perusahaan tambang asal Kanada, Bre-X, mengumumkan bahwa ada deposit emas terbesar di dunia di Busang, Kalimantan Timur. Belakangan diketahui bahwa itu semua akal-akalan. Namun, skandal ini sudah terlanjur membuat pemerintah Indonesia campur tangan.

Bondan rela meninggalkan pekerjaannya sebagai presiden direktur sebuah perusahaan dan mengeluarkan duit dari kocek sendiri, untuk berkeliling dunia menelisik skandal pertambangan terbesar di dunia itu. Ia terbang ke Samarinda, Balikpapan, Busang, Manila, Toronto, dan Calgary.

"Yang jelas, saya dua kali ke Busang, sekali ke Manila, dan sekali ke Toronto dan Calgary di Kanada," kata Bondan. Ia mewawancarai 30 narasumber dan membonglar dokumen untuk merekonstruksi skandal yang sempat mempermalukan pemerintah RI itu.

Menurut Bondan, reportase investigatif yang dilakukannya membutuhkan waktu empat pekan. "Naskah (untuk buku) sudah selesai saya tulis 8 minggu setelah mulai investigasi, dan dicetak dalam waktu 2 minggu," katanya.

Setelah bukunya diterbitkan, Bondan masih harus menghadapi tuntutan dari mantan Menteri Pertambangan dan Energi I.B. Sudjana (almarhum). Ia dituduh mencemarkan nama baik Sudjana, dan dituntut ganti rugi Rp 2 triliun.

Bondan kalah dalam pengadilan pidana dan perdata. Majelis hakim memutuskan, ia harus memuat iklan pernyataan maaf sebesar 1 halaman di 16 koran nasional. "Seorang wartawan investigasi memikul beban yang lebih berat. Bukan saja karena pekerjaan ini penuh risiko, tetapi juga menuntut kecerdasan di atas rata-rata," kata Bondan.

Seorang jurnalis investigatif dituntut memiliki dedikasi berlipat-lipat. "Seorang wartawan jangan bercita-cita jadi kaya. Saya tidak menjadi kaya karena kewartawanan saya, melainkan karena hal-hal lain yang saya kerjakan dalam koridor etika dan kejujuran," katanya. (bj2)

No comments: