BANJIR BANDANG
Aku merinding, bulu kudukku berdiri saat liputan ke Desa Kemiri Kecamatan Panti Jember. Banjir bandang telah meluluhlantakkan semua. Aku melihat orang menangis, termangu dengan tatapan mata kosong. Mobil hancur, rumah hilang terbawa air bah. Aku perkirakan jumlah korban jiwa bisa mencapai ratusan orang, mengingat banjir itu menerjang pada malam hari (1 Januari 2006).
Hatiku juga kosong. Insting jurnalisku menyalak: ini momentum yang harus diliput. Aku berangkat ke TKP pada tanggal 2 Januari pagi. jepret sana-sini. Menginjak paku, dan harus berobat ke RSUD dr Subandi. Tapi hatiku kosong. Setelah SI tak juga jelas nasibnya, aku tak tahu liputan harus kukirim ke mana. Untunglah Prass mengontak aku. Dia butuh foto untuk dimuat di Koran Tempo. Yah, minimal ada gunanyalah aku jepret sana-sini.
Pagi ini aku tidak ke Kemiri, karena kakiku masih sakit. Aku takut terkena kotoran dan infeksi. Tapi hatiku sepi. Aku ingin liputan. Aku wartawan...jadi rasanya menyesal sekali tidak bisa turun ke lapang. Sementara seluruh jurnalis dari berbagai media massa besar datang ke Jember, aku hanya termenung di warnet...mengetik dan menggerutu di blog ini.
Namun, nasib SI yang belum jelas membuatku semakin gamang. Sial...sial...sial... (*)
02 January 2006
Labels: Pengalaman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment