21 February 2011

Bonek (bin Chelsea) Terlahir Kembali

Tren positif yang ditunjukkan dalam lawatan Bonek ke Bali untuk menyaksikan Persebaya 1927 melawan Gelora De Vata, Minggu (20/2/2011), harus dipertahankan. Namun ada juga beberapa persoalan yang harus ditangani.

Dalam lawatan ke Bali itu, selain menumpang kereta api seperti biasanya, Bonek dari berbagai komunitas juga menyewa 47 unit bus dan mengendarai puluhan mobil pribadi. Selama dalam perjalanan, tidak ada laporan kerusuhan sebagaimana yang diwaspadai. Bahkan, di jalur kereta api, Bonek mendapat sambutan dari kelompok suporter setempat dari Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi.

Di Bali, tidak terjadi gesekan antara Bonek dengan warga atau suporter setempat. Warga malah menjadikan Bonek sebagai objek foto bersama. "Ada bapak-bapak naik mobil membeli kaos dari anak-anak Rp 50 ribu. Padahal kaosnya sudah lusuh," kata Badi, Bonek asal Pasuruan.

Di Bali, rombongan Bonek juga bertemu dengan orang yang berpakaian Aremania, yang selama ini diidentifikasi sebagai musuh bebuyutan. "Ada yang nongkrong di Pantai Sanur," kata Hanafi, Bonek asal Jakarta. Namun, tidak terjadi bentrokan atau pengeroyokan, kendati ribuan Bonek menghijaukan Pulau Dewata hari itu.

Di dalam stadion, pertandingan berjalan panas. Ada oknum penonton, yang diidentifikasi tidak mengenakan atribut suporter tuan rumah, melemparkan benda keras ke arah bangku cadangan dan pemain Persebaya. Namun, Bonek dan suporter Bali menjawab provokasi itu dengan nyanyian bersama dan Mexican Wave. Di ujung laga, Persebaya kalah 1-2, namun dua kelompok suporter saling bertukar atribut.

Nanang Ariadi, salah satu anggota Tim Sebelas Aliansi Suporter Indonesia, menyambut baik fenomena di Bali itu. "Tren positif ini harus terus dijaga. Bahkan meski Persebaya kalah, situasi dan kondisi tetap kondusif," katanya, Senin (21/2/2011).

Nanang mengatakan, apa yang terjadi di Bali mengingatkannya pada era-era awal kelahiran Bonek tahun 1980-an. "Bonek tarlahir kembali, baik dari sisi semangat maupun sikap," tambah Hanafi.

Dalam artikel berjudul 'Bonek bin Chelsea' di Majalah World Soccer April 2010, Dahlan Iskan, mantan bos Jawa Pos, menulis fanatisme terhadap Persebaya dibangun dengan meniru kesebelasan Chelsea. Saat itu, prestasi Persebaya tengah terpuruk, berbanding terbalik dengan saudaranya Niac Mitra.

Menurut Dahlan, waktu itu menyaksikan pertandingan Chelsea melawan West Ham United, ia melihat di mana-mana spanduk dan poster bertuliskan 'Save The Bridge!'. Rupanya, para suporter Chelsea sedang berupaya menyelamatkan Stadion Stamford Bridge.

'Yang juga mengesankan saya adalah: para penonton umumnya mengenakan topi, selendang, dan kaus biru. Di semua atribut itu ada tulisannya: The Blues.

Dahlan dan Jawa Pos meniru atribut Chelsea. Ratusan ribu topi, selendang (syal), dan kaus dengan slogan "Kami Haus Gol Kamu" dan 'Low Profile High Product' terjual. "Kami tidak menarik keuntungan, karena memang tujuannya hanya ingin menggerakkan Persebaya," tulisnya.

Dahlan pula yang kemudian mengoordinasi puluhan ribu suporter Persebaya ke Senayan pada setiap final perserikatan di era akhir 1980-an dan awal 1990-an.

Majalah Tempo saat itu menulis: 'Koordinasi yang bagus itu membawa gelombang baru di Senayan. Selain ada selendang dan topi, ada spanduk raksasa sepanjang 50 meter. Juga genderang dan terompet. Bahkan, mercun dan kembang api segala. Jarak Surabaya-Jakarta yang memakan waktu sekitar 13 jam bukan penghalang.' Era away supporters dalam arti masif dan sesungguhnya dimulai di masa ini.

Kuncinya adalah koordinasi. Hanafi mengatakan, saat tret-tet-tet ke Bali, koordinasi dengan panitia pelaksana di Bali dan aparat kepolisian berbagai daerah berjalan bagus. "Para Bonek terlihat tertib bila ada yang mengoordinir dengan baik," kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Situbondo, Komisaris Erick Hermawan.

Namun, tentu saja masih ada yang harus diperbaiki. Selain ribuan yang terkoordinasi, masih ada ratusan Bonek yang tak terkoordinasi. Mereka biasa disebut 'Bonek liar'. Mereka tak hanya dari Surabaya, dan biasanya berada di setiap stasiun tempat kereta api berhenti. Pemandangan ini jamak ditemui, setiap kali Persebaya bertanding tandang.

Tempo hari aparat keamanan sempat melarang ratusan Bonek liar masuk ke Bali, karena hanya membawa uang Rp 10 ribu dan tak membawa kartu identitas. Mereka inilah yang rawan melakukan kerusuhan.

Informasi yang diterima Saleh Ismail Mukadar, Ketua Umum Persebaya, ada Bonek yang terjatuh dari truk. "Ini yang memang berangsur-angsur harus kita perbaiki. Tidak bisa sekaligus. Tapi saya memberi apresiasi kepada anak-anak saya yang sudah bisa berlaku tertib," katanya.

Hanafi sendiri berharap, jika ada bus gratis, maka Bonek liar bisa tertampung. Dengan begitu, sedikit modal yang mereka bawa bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan makan.

"Saya dengar rencananya kalau tret-tet-tet ke Bali sukses, Bu Risma (Wali Kota Surabaya) akan menyediakan truk polisi untuk ikut menampung suporter," kata Hanafi.

Kereta api memang akan jadi pilihan utama para Bonek dari luar Surabaya. Namun yang terpenting, menurut Hanafi, mereka bisa menjaga nama baik Persebaya dan Bonek. "Mereka kini tahu, walikota akan memberikan bantuan asal bisa tertib," kata pria berkacamata ini. Mereka juga diharapkan mau membawa uang saku secukupnya untuk bisa membeli makanan selama dalam perjalanan.

Sejauh ini, juga tidak ada informasi dari aparat kepolisian, Bonek liar berulah negatif dalam perjalanan ke Bali. Bahkan, di beberapa stasiun, mereka disambut langsung oleh kelompok suporter setempat. Bonek di Jember juga menyediakan bantuan nasi bungkus untuk kawan-kawan mereka itu sebagai tanda solidaritas. [wir]

No comments: