27 June 2009

Hikayat Bank Gakin (5-Habis)
Sekoci untuk Mamik dan Rom

Kabar itu bikin pusing kepala Abdul Rosyid. Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, akan menarik semua pinjaman ke Bank Gakin yang dianggarkan pada APBD 2007. Ada 22 Bank Gakin yang harus mengembalikan uang itu pada periode Juni hingga Desember 2009.

"Bagaimana ini, Pak? Tetangga-tetangga tanya semua ke saya. Ada pedagang keliling yang tidak mau mengembalikan pinjaman, kalau tidak dipinjami lagi," keluh pria yang akrab disapa Pak Rom ini.

Si tetangga itu khawatir tak bisa mengembangkan usahanya sebagai penjual keliling. "Deremma engkok, tak bisa alako poleh," kata si tetangga dalam bahasa Madura, yang artinya 'bagaimana saya ini, tidak bisa kerja lagi dong.'

Rom adalah koordinator Bank Gakin Al Hikmah di Desa Darsono Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, Jawa Timur. Desa di wilayah utara Jember ini masuk dalam kategori desa dengan penduduk mayoritas miskin. Perekonomian warga di sana cukup terbantu, saat Bank Gakin Al Hikmah berdiri.

Bank Gakin adalah akronim dari Bank Keluarga Miskin. Ini bukan bank dalam arti sebenarnya. Bank Gakin adalah sebutan warga kelas bawah untuk lembaga keuangan mikro masyarakat yang dikelola oleh masyarakat miskin sendiri. Bank Gakin meminjamkan uang untuk para warga kelas bawah agar bisa mengelola usaha sendiri.

LKMM Bank Gakin ini diprakarsai oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mirko Kecil Menengah Jember. Mulanya hanya berdiri dua unit tahun 2005, lalu meningkat menjadi 11 unit tahun 2006, 18 unit tahun 2007, dan 8 unit tahun 2008.

Tahun 2005 dan 2006, Pemkab memberikan dana hibah. Namun tahun 2007, Pemkab Jember mengubahnya menjadi akad kredit selama dua tahun dengan bunga dua persen per tahun. Hitung-hitung punya hitung, pertengahan hingga akhir tahun ini, seluruh pinjaman modal harus dikembalikan.

Rohmana Amini, koordinator Bank Gakin Tanjung Mandiri, hanya pasrah dengan keputusan Pemkab Jember itu. Anggota Bank Gakin Tanjung Mandiri sebanyak 74 orang, mayoritas bergerak di sektor usaha kecil di seputar Pasar Tanjung, sebuah pasar terbesar di Jember. Tanjung Mandiri mendapat pinjaman Rp 20 juta dari Pemkab Jember.

Mamik, panggilan akrab Rohmana, mengatakan, Tanjung Mandiri baru mengembangkan modal itu menjadi Rp 26 juta, sehingga nominal pinjaman anggota sudah bisa mencapai Rp 500 ribu-600 ribu per orang. Jika Rp 20 juta harus dikembalikan ke Pemkab Jember, maka modal Rp 6 juta bisa dipastikan akan sulit digunakan memutar roda ekonomi anggotanya.

"Tidak mungkin kita yang baru berdiri meninggalkan orang-orang itu. Selama ini kita sudah berhasil menggeser rentenir," kata Mamik.

Rom dan Mamik tidak bisa memahami kebijakan Pemkab Jember, mengingat Bank Gakin selama ini ini cukup disiplin dalam urusan manajemen keuangan. "Dari ratusan anggota, Pak, hanya tiga orang yang pinjamannya macet, tidak dibayar," kata Rom. Tingkat kepercayaan di antara warga miskin ini memang tinggi.

"Hari-hari ini adalah hari terberat bagi kami untuk bersama-sama mereka menyusun strategi pengembalian, strategi mencari sumber permodalan baru, serta strategi berjuang untuk tetap survive dan melawan money lander (rentenir)," keluh Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jember, Mirfano, di Facebook saya.

Para pengurus Bank Gakin telah membuat surat bersama-sama untuk minta penjadwalan kembali pembayaran utang kepada Pemkab Jember. Disetujui, pelunasan paling lambat Maret 2010. "Maret 2010 menjadi ujian kemandirian Bank Gakin," kata Mirfano.

Bank Gakin seolah berjalan sendiri. Padahal keberadaan Bank Gakin di Jember sebenarnya sudah membuat pemerintah di kabupaten ini memperoleh empat penghargaan. Dari Bank Indonesia, tahun 2007, Imovation Award diberikan. Masih tahun yang sama, Pemkab Jember memperoleh Otonomi Award. Tahun 2008, giliran Metro TV menganugerahkan MDG's Award, begitu pula Pelaksana Tugas Gubernur Jawa Timur.

"Mungkin pemilik policy tidak terlalu paham bahwa pinjaman itu beredar untuk keluarga miskin, dan pinjaman itu hakekatnya sudah menjadi mesin ekonomi di dusun-dusun," tulis Mirfano dalam Facebook saya, menanggapi pertanyaan seorang kawan mengenai nasib Bank Gakin.

Konsep awalnya, dana untuk mendirikan Bank Gakin memang hibah. Melalui dana hibah, setiap tahun diharapkan tumbuh Bank Gakin-Bank Gakin baru untuk memberikan modal usaha kepada warga miskin.

Namun berjalan dua tahun, Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jember tidak memperbolehkan model hibah dilanjutkan. Uang Rp 750 juta untuk modal Bank Gakin baru pun disalurkan melalui Bank Jatim dalam bentuk pinjaman. "Saya heran, kenapa tidak boleh hibah. Padahal dinas-dinas lain bisa memberikan dana hibah. Katanya karena aturan melarang," kata Mirfano.

Mirfano lantas mencoba melayangkan surat kepada Bupati Muhammad Zainal Abidin Djalal, agar diizinkan menganggarkan dana hibah Rp 50 juta per Bank Gakin untuk 50 Bank Gakin dalam APBD 2009. Bupati menolak.

Di mata Mirfano, pengembangan Bank Gakin sebenarnya baru separuh jalan. Saat ini, Bank Gakin masih dikembangkan dalam model community-based (berbasis komunitas) dan financial-based (berbasis pendanaan). "Selanjutnya adalah product-based (berbasis produk)," katanya.

APBD 2009 disahkan. "Dinas Koperasi hanya mendapat plafon anggaran Rp 1,3 miliar. Itu paling kecil se-dunia Jember. Karena hibah tak disetujui, saya menyisihkan Rp 260 juta dari anggaran itu untuk dihibahkan ke Bank Gakin melalui Bank Jatim," kata Mirfano.

Mirfano mengajukan untuk 21 Bank Gakin masing-masing mendapat hibah Rp 9 juta. Satu Bank Gakin belum dianggarkan. Sementara itu, empat Bank Gakin baru akan didirikan. Dinas Koperasi agak terbantu dengan adanya dua Bank Gakin yang dibiayai secara mandiri oleh masyarakat. "Rp 9 juta ini semacam sekoci buat mereka, agar tidak terlalu berat saat melunasi pinjaman kepada Pemkab Jember nantinya," katanya.

Akankah sekoci itu bisa menyelamatkan para penumpang 'kapal Bank Gakin' agar tak ikut karam? Kita tunggu saja.

Seorang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Jember memberikan semangat kepada para pengurus Bank Gakin. Di Facebook saya, ia menulis: "Go, go, go! Maju terus! If there is a will, there is a way..."

Jalan memang belum tertutup. Biar tak ada lagi orang miskin yang mengeluh: 'deremma engkok, tak bisa alako poleh'. [wir]

No comments: